willson.com

willson.com
so like

welcome to my forum

hanya mencoba untuk.....

Selasa, 31 Mei 2011

geologi lingkungan daerah gumelar

BAB I
 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
         Penelitian berupa pengembangan konsep eksplorasi mineral logam khususnya emas dan logam dasar akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap komoditi bahan tambang tersebut. Keberadaan hampir semua jenis endapan logam di dunia selalu berasosiasi dengan batuan volkanik dan semua proses pembentukan endapan logam tersebut selalu berkorelasi dengan proses magmatik.
         Dalam hal ini penelitian yang dilkukan berkaitan dengan kegiatan pertambangan pada Lokasi penambangan emas di sebuah bukit, dusun Babakan Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, yang kini terus meluas. Meski kegiatan tersebut tidak memiliki ijin alias penambangan liar, namun belm ada upaya penertiban. Di lereng bukit setinggi seratus meter ini terdapat 20 lebih lubang galian yang dibuat oleh para penambang. Di tempat ini pula ratusan penambang melakukan kegiatan setiap hari. Mereka tanpa merasa takut meskipun dalam keadaan hujan deras dan bisa mengancam bencana longsor di wilayah tersebut. Selain itu, dampak lingkungan yang terjadi pada daerah tersebut antara lain pencemaran air yang diakibatkan oleh material sisa penambangan yang dibuang ke sungai. Dalam jangka waktu yang lama, material sisa penambangan tersebut akan menimbulkan penyempitan lebar sungai karena material sisa penambangan tersebut mengalami proses sedimentasi.

1.2  Tujuan
         Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi berbagai dampak lingkungan dari kegiatan penambangan emas di Kecamatan Gumelar, khususnya Desa Paningkaban.

1.3 Manfaat
         Manfaat penelitian ini adalah agar dapat mengetahui berbagai dampak lingkungan dari kegiatan penambangan emas di Kecamatan Gumelar, khususnya Desa Paningkaban.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1  Survey Lapangan
Kegiatan survey lapangan ini meliputi pemantauan langsung pada daerah penelitian. Kemudian pada tahap ini dilakukan berbagai pengambilan data, berupa data geologi dan dokumentasi daerah penambangan.

2.2  Studi Pustaka
      Studi pustaka merupakan pengambilan data sekunder dari berbagai literatur yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan tersebut.

2.3  Wawancara
Wawancara adalah kegiatan komunikasi dengan warga sekitar area pertambangan untuk memperoleh data primer kegiatan pertambangan tersebut.




BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kondisi alam Kecamatan Gumelar
         Kondisi alam kecamatan Gumelar adalah dominan alam perbukitan . Jarang sekali ada tanah yang datar dan luas. Sehingga sebagian besar penduduk Gumelar bermukim di lereng-lereng perbukitan, sehingga di Kecamatan Gumelar memang Rawan bencana alam khususnya tanah longsor, dan bencana ini memang juga sudah terjadi beberapa kali dari yang skala kecil sampai yang menelan banyak korban jiwa.
 








Sebagian besar wilayah kecamatan Gumelar adalah terdiri dari tanah kering, hanya sedikit tanah dikecamatan Gumelar yang bisa dimanfaatkan untuk persawahan. Sehingga sebagaian besar tanah di kecamatan Gumelar dimanfaatkan untuk perkebunan baik oleh masyarakat maupun Perkebunan milik PERHUTANI dan Sari Rumpun Antan.
Ada sebuah aliran sungai besar yang merupakan hulu dari sungai terbesar di wilayah Banyumas bagian barat yaitu Sungai TAJUM. Sungai ini berawal dari Desa Samudra kemudian melewati Desa Gumelar, Desa Cihonje dan memasuki wilayah Kecanmatan Ajibarang.
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi bahan tambang mineral yang bervariasi, umumnya berupa pertambangan rakyat berskala kecil seperti pertambangan rakyat di daerah Paningkaban, yang menjadi daerah penelitian. Wilayah pertambangan paningkaban merupakan salah satu dari beberapa daerah prospek penambangan emas di rangkaian Pegunungan Serayu Utara.
Pada wilayah kecamatan Gumelar, kabupaten Banyumas tersebut Keberadaan desa Paningkaban sebagai salah satu wilayah pertambangan emas rakyat menimbulkan permasalahan tersendiri terkait dengan legalitas aktivitas penambangan, persoalan modalitas, peran lembaga yang disalhtafsirkan keberadaannya, serta kesehatan dan keselamatan kerja. Keberadaan penambangan emas di daerah paningkaban berkaitan dengan adanya indikasi alterasi dan mineralisasi yang berkembang di daerah ini.
Menurut kutipan data yang kami ambil dari http://gumelar.com/berita/limbahemas.htm bahwa “Ancaman longsor dan munculnya limbah penambangan emas liar di Desa Paningkaban Kabupaten Banyumas ini sudah sangat meresahkan warga. Mereka yang rumahnya berada dibawah lokasi penambangan khawatir jika sewaktu waktu bukit tersebut longsor. Selain itu limbah pembuangan emas yang mengalir ke sungai juga menimbulkan penyakit kulit, sehingga kami tak berani menggunakan sungai tersebut,” ujar Suharti (40) warga setempat.
Protes ini sudah pernah disampaikan kepada pemilik penambangan, namun tidak mendapat tanggapan apapun. Bahkan kini areal tanah yang ditambing makin meluas. Tercatat sudah 60 lubang penambangan emas di tanah seluas sekitar dua hektar itu. Areal penambangan ini berada diatas pemukiman penduduk, sehingga sewaktu waktu bisa terjadi longsor”.
3.2 Geologi Daerah Penelitian









Daerah Paningkaban secara administrative terletak di Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Geologi regional daerah penelitian mengacu pada peta geologi Lembar Banyumas (Djuhri M dkk,1996) merupakan bagian dari zona fisiografi Pegunungan Serayu Utara yang merupakan hasil aktivitas pengangkatan zona depresi bandung di Jawa Barat. Secara umum morfologi daerah penelitian berupa perbukitan bergelombang yang berkembang pada cekungan belakang busur tersier sebagai produk subduksi antara lempeng samudera indo-australia menunjam di bawah lempeng benua Asia Tenggara (Asikin dkk,1994) berbatasan pada cekungan Banyumas pada bagian tengah.
Stratigrafi daerah paningkaban tersusun oleh batupasir, batu lempung, napal, tuff dengan sisipan breksi anggota Formasi Halang berumur Miosen Tengah – Pliosen awal. Pada bagian bawah Formasi Halang terdapat perselingan breksi gunung api ( Breksi anggota Formasi Halang ) yang umurnya dapat dikorelasikan dengan batupasir anggota Formasi halang atau lebih dikenal dengan Formasi Rambatan, Miosen Tengah – Miosen Akhir. Satuan batuan ini menumpang secara selaras di atas Formasi Pemali. Formasi Kumbang secara selaras diendapkan diatas Formasi haling, terdiri dari breksi gunung api, lava, tuff, batupasir tufaan berumur Miosen Atas.
Strukstur regional pulau Jawa dikontrol oleh 3 pola struktur utama, yatu pola Meratus berarah timur laut – barat daya, pola Sunda berarah utar – selatan, dan pola Jawa berarah barat – timur. Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah, memiliki garis pantai utara dan selatan yang lebih sempit dan masuk dibanding garis pantai utara dan selatan Jawa Barat dan jawa Timur. Hal tersebut menurut Satyana (2009) disebut sebagai gejala indentasi yang dipengaruhi oleh aktivitas tektonik/stuktur regional (struktur indentation). Adanya struktur regional indentasi tersebut, menghasilkan tinggian Karangbolong dan pengangkatan batuan Pra-Tersier Karangsambung. Berdasarkan data peta anomali Bouguer pulau Jawa, seismik geologi bawah permukaan dan SLAR, hal tersebut mengindikasikan adanya aktivitas dua struktur sesar geser besar yang berlawanan arah, yaitu sesar sinistral.
Muria – Kebumen berarah baratdaya-timurlaut, dan sesar dekstral pemanukan – cilacap  berarah baratlaut-tenggara. Daerah penelitian Paningkaban diperkirakan lebih dikontrol oleh keberadaan sesar dekstral pemanukan – cilacap berarah baratlaut-tenggara yang kemudian menghasilakan zona-zona bukaan sehingga memungkinkan larutan hidrotermal bergerak ke arah atas dan bereaksi dengan batuan yang dilaluinya.
a.      Aspek Penambangan
1.      Mineralisasi
        Larutan hidrotermal pemicu terjadinya mineralisasi di daerah ini diperkirakan berasal dari kegiatan magniatisine Miosen - Pliosen yang menerobos daerah ini namun tidak, mencapai permukaan (Soeria Atmadja dkk., 1991), ditandai dengan dijumpainya batuan beku intrusif di sebelah timur daerah penelitian berupa diorit (Tmi(d)) merupakan produk vulkanisme Tersier yang diperkirakan berumur Miosen Akhir (Djuhri dkk., 1996). Menurut Socha Atmadja dkk. (1991), pada periode ini aktivitas magmatisme tidak terekspresikan dalam bentuk munculnya gunungapi, tetapi berupa intrusi-intrusi seperti dike, sill dan volcanic neck dengan batuannya berkomposisi andesitik.
        Sejarah panas pembentukan, mineralisasi yang masih dapat diukur dalam inklusi fluida pada kristal kalsit dan kuarsa berkisar antara 175 °C hingga 310 °C dengan kadar Na Cl 0,8 - 3,5 %WT ekivalen. Pada kisaran temperatur ini, fluida dapat mengendapkan emas dan logam dasar, walau tidak terjadi bersamaan atau pada temperatur yang sama. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kimia maupun mineragrafi. Analisis kimia memperlihatkan adanya unsur logam emas (Au), Ag, Cu (kalkopirit), Pb (galena), dan Zn (sfalerit). Dimana paragenesa galena dan sfalerit terbentuk lebih dahulu karena memiliki tempertaur pembentukan lebih tinggi.
Di sisi barat sungai K. Arus, baratdaya Kampung Gancang, dijumpai kegiatin pendulangan emas oleh penduduk, dan terdapat bekas kegiatan penggalian batuan dan penggelundungan. Hasil pendulangan emas oleh penduduk setempat menunjukkan butiran-butiran emas yang didapatkan dalam sekali mendulang mengadung butiran emas berukuran pasir sangat halus rata-rata mencapai 5 – 10 biji. Dengan derriklan, mineralisasi emas lebih berkembang pada host rock Formasi Rambatan, yang tersingkap di bagian barat Desa Gancang, sebagai sumber endapan plaser sungai di tepi barat Kali Arus Desa Gancang.
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa mineralisasi hidrotermal di daerah paningkaban terbentuk di dalam batuan samping sedimen klastika halus karbonatan. Batuan samping terubah menjadi propilit dan argilit, yang di beberapa tempat dipotong oleh urat-urat kalslt±kuarsa Mineralisasi bijih sulfida tersebar tidak merata dalam batuan samping yang terubah, setempat-setempat terakumulasi balk dalam batuan ubahan maupun dalam urat. Mineralisasi sulfida mengandung emas berasosiasi dengan kalsit dan kuarsa.
Dibandingkan dengan mineralisasi di Daerah lain terutama di Jawa Barat, memiliki persamaan terbentuk pada jalur magmatisme, namun berbeda dalam hal batuan samping, dimana di Daerah Paningkaban ini terbentuk di dalam batuan samping sedimen atau sediment hosted, sedangkan di Jawa Barat batuan sampingnya adalah batuan produk langsung dari gunungapi.

2.      Teknik Pertambangan
Adapun teknik penambangan yang dilakukan pada kegiatan pertambangan di daerah paningkaban ini meliputi beberapa tahapan antara lain.
 


 














Tahap pertama dilakukan pengambilan urat kuarsa secara primer melalui peggalian langsung berupa sumur-sumur  dengan kedalaman tertentu untuk mencapai urat yang ada, dan secara sekunder dengan pengambilan langsung emas placer di aliran sungai.
 

                                                                                               






Tahap kedua, pemecahan batuan-batuan hasil galian menjadi ukuran yang lebih kecil, dalam hal ini pemecahan batiuan dilakukan secara manual dengan palu (martil).

Tahap ketiga, dilakukan penggilingan batuan. Pada proses penggilingan ini dilakukan selama kira-kira 2 jam, batuan hasil pemecahan tadi dicampur dengan air raksa yang bertujuan untuk memisahkan  antara material batuan lain yang tak terpakai dengan kandungan pyrite yang masih bercampur dengan emas didalamnya. Proses penggilingan ini dapat dilakukan berulang sampai 3 kali.
 

Tahap keempat, setelah mendapat hasil dari proses penggilingan tersebut yang berupa kandungan pyrite yang masih bercampur dengan lempung. Kemudian diekstrak kembali dengan menggunakan raksa sebagai senyawa pemisah untuk menghasilkan mineral pyrite yang murni.


Tahap kelima, mineral pyrite yang sudah didapatkan kemudian dibakar dengan menggunakan alat pembakar sehingga menghasilkan emas murni yang dapat dihitung kadarnya.

b.      Aspek Lingkungan
1.      Vegetasi











Gambar 3.1 Peta Tata Guna Lahan

Berdasarkan survei yang dilakukan pada daerah pertambangan paningkaban ini adapun aspek lingkungan yang kami dapat berkaitan dengan keadaan vegetasinya bahwa pada titik-titik daerah pada sekitar area pertambangan telah mengalami pembabatan ( kegundulan). Menurut data sekunder yang kami peroleh menunjukkan bahwa daerah pertambangan tersebut termasuk daerah hutan produksi tetap ( Gambar.3.1).
Berdasarkan tata guna lahan yang ada, hasil pembabatan yang dilakukan pada titik-titik penambangan dimanfaatkan kembali sebagai bahan mentah industry meubel sehingga dapat memberikan hasil yang saling menguntungkan. Tetapi faktanya, kegiatan pertambangan tersebut kurang memperhatikan aspek mitigasi dan reklamasinya. Karena pada daerah titik-titik pembabatan tersebut dilakukan penanaman tanaman pangan berupa umbi (singkong) yang dalam hal ini penggunaan tanaman tersebut kurang baik sebagai penahan gerakan tanah, sehingga tetap dapat memicu potensi terjadinya gerakan tanah ( mass movement ) pada daerah tersebut.

2.   Mass Movement
Gerakan tanah/longsoran adalah perpindahan massa tanah/batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Dalam definisi ini termasuk juga deformasi lambat atau jangka panjang dari suatu lereng yang biasa disebut rayapan (creep). Difinisi yang diuraikan dalam buku ini tidak termasuk aliran lahar dan amblesan/penurunantanah (subsidence) yang di akibatkan proses konsolidasi atau perbedaan kekuatan dari pondasi suatu banguanan.
Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng­lereng alam atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alarn mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengu­rangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.
Kontribusi peningkatan tegangan geser disebabkan oleh banyak faktor antara lain phenomena variasi gaya intergranuler yang diakibatkan oleh kadar air dalam tanah/batuan yang menimbulkan tedadinya tegangan air pori, serta tekanan hidrostatis dalam tanah meningkat. Variasi pembentuk batuan dan tekstur tanah, retakan‑retakan yang terisi butiran halus, diskontinuitas, pelapukan dan hancurnya batuan yang menyebabkan lereng terpotong‑potong, atau. tersusunnya kem­bali butiran‑butiran halus.
Faktor yang berpengaruh pada terjadinya pergerakkan tanah  adalah bertambah berat beban pada lereng dapat berasal dari alam itu sendiri, antara lain air hujan yang berinfiltrasi ke dalam tanah di bagian lereng yang terbuka (tanpa penutup vegetasi) menyebabkan kandungan air dalam tanah mening­kat, tanah menjadi jenuh, sehingga berat volume tanah bertambah dan beban pada lereng semakin berat. Pekerjaan timbunan di bagian lereng tanpa memperhitungkan beban lereng dapat menyebabkan lereng menjadi rawan longsor. Pengaruh hujan dapat terjadi di bagian lereng­-lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkait­an dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhati­kan pola‑pola yang sudah ditetapkan oleh pernerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan‑lahan pada kondisi lereng dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor. Kebiasaan masyarakat dalam mengembangkan pertanian/perkebunan tidak memperhatikan kemiringan lereng, pembukaan lahan‑lahan baru di lereng‑lereng bukit menyebabkan permukaan lereng terbuka tanpa pengaturan sistem tata air (drainase) yang seharusnya, dan bentuk­bentuk teras bangku pada lereng tersebut perlu dilakukan untuk mengerem laju erosi.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, indikasi terjadinya longsor pada daerah dipicu oleh penumpukkan sisa hasil gilingan yang dimasukkan ke dalam karung, kemudian ditumpuk pada lereng-lereng yang relatif curam. Hal tersebut menyebabkan penambahan beban pada lereng tersebut sehingga mengurangi kestabilan lereng tersebut.  Kemudian, faktor tingginya curah hujan yang menyebabkan infiltrasi ke dalam lapisan tanah mengakibatan semakin tidak stabilnya lereng tersebut sehingga pada akhirnya dapat menyebakan longsor. Faktor tersebut juga diperkuat dengan adanya erosi dari air hasil proses penggilingan yang terbuang, baik secara infiltrasi maupun berupa aliran pada permukaan. Walaupun alirannya air tersebut relatif kecil, namun apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan longsor.

3.      Sedimentasi
Erosi dan Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain (Suripin, 2002).
Berdasarkan pengamatan di daerah ini, terjadinya erosi dan sedimentasi tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya tampung sungai. Sejumlah bahan erosi yang dapat mengalami secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik control dinamakan hasil sedimen (sediment yield). Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan volume (m3) dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap di lokasi tertentu dari sungai. Bahan sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang pendek sebelum akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada di lahan atau diendapkan di tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke sungai.

4.      Pencemaran air
Air merupakan sumber kehidupan di muka bumi ini, kita semua bergantung pada air. Untuk itu diperlukan air yang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Tapi pada akhir-akhir ini, persoalan penyediaan air yang memenuhi syarat menjadi masalah seluruh umat manusia. Dari segi kualitas dan kuantitas air telah berkurang yang disebabkan oleh pencemaran.
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai ma cam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata.
Pencemaran air dapat menentukan indikator yangterjadi pada air lingkungan. Pencemar air dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Bahan buangan organic
Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen pun ikut juga berkembang biak di mana hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.
2.      Bahan buangan anorganik
Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logamdi dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain itu ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As) dan air raksa (Hg) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.
3.      Bahan buangan zat kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemar air yang berupa sabun, bahan pemberantas hama, zat warna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia.
Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa pencermaran air di daerah ini disebakan oleh material sisa penambangan baik berupa lempung sisa hasil gilingan maupun air raksa (Hg) sebagai senyawa pemisah emas dengan batuan.  Polutan tersebut menjadi berdampak negative pada warga sekitar karena tidak adanya upaya untuk menampung polutan tersebut dalam suatu area tertentu, melainkan yang dilakukan oleh penambang adalah dengan membuangnya ke sungai secara langsung melalui parit-parit buatan. Seperti yang kita ketahui bahwa fungsi dari sungai adalah bukan untuk penampungan limbah, karena sungai merupakan salah satu sumber kehidupan. Apabila sungai sungai tercemar dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.


BAB IV
PENUTUP
4.1   Saran dan Kesimpulan

4.1.1        Kesimpulan
              Suatu kegiatan pertambangan secara umum mengakibatkan dampak negative, baik pada masyarakat sekitar maupun lingkungannya. Hal ini terjdi juga pada daerah Paningkaban, kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, dimana dampak yang timbul akibat kegiatan pertambangan emas tersebut antara lain terjadinya degradasi lahan akibat penggundulan lahan, pergerakkan massa tanah akibat penimbunan  / penumpukkan sisa hasil penggilingan batuan, sedimentasi akibat erosi air dari hasil proses penggilingan, dan terjadinya pencemaran air akibat adanya polutan yang digunakan dalam proses penambangan yang kemudian berpengaruh terhadap aliran sungai ( sungai Panaruban ) disekitar area pertambangan

      4.1.2 Saran
              Untuk meminimalisir dampak negative dari kegiatan pertambangan tersebut dapat dilakukan berbagai upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain :
1.      Perlu adanya penanaman kembali lahan bekas tambang, atau lahan bekas sumur galian dengan karakteristik vegetasi yang tepat misalnya tanaman Jati.
2.      Perlu adanya area khusus tempat pembuangan material sisa penggilingan agar tidak berpengaruh pada kestabilan lereng yang memicu terjadinya longsor.
             

DAFTAR PUSTAKA

Asikin S dan Suyoto, (1994) “ IPA Post Convention Field Trip, Banyumas Basin, Central Java” Field Trip Guide Book.
Magetsari, N.A. dan C.I. Abdullah. Catatan Kuliah Geologi Fisik,. Bandung.  ITB.
Montgomery, C., 1990. Environmental Geology. New York. McGraw and Hill Inc
Noor, J., 1996, Geologi Lingkungan. Jogja.  Graha Ilmu.
Sudarsono dkk. 2010. MODEL GENESA MINERALISASHIDROTERMA
DAERAH CIHONJE, KAUTATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH. Bandung .LIPI.

Sumber lain :
*      http://phane-geo.blogspot.com












Rabu, 20 April 2011

agroindustri


 
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
Pemanfaatan Batuan Fosfat dan sumber Daya Agromineral di daerah Banyumas dan Sekitarnya terhadap Peningkatan Mutu Lahan Pertanian daerah serang,Karang Reja, Kabupaten Purbalingga
PKM-P
Diusulkan oleh :
·         Wisnu Arya Gemilang           ( H1F008053 )
·         Willson Chani Simanjuntak   ( H1F008004 )
·         Andika Artyanto                   ( H1F008005 )
·         Arif Hanif Hidayat                ( H1F008049 )
·         Desi Lusianingtyas                ( H1F008017 )

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SUDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PURBALINGGA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.Hal ini membutuhkan peningkatan pula dalam pemenuhan kebutuhan manusia,baik kebutuhan sndang,papan maupun kebutuhan bahan makanan.Kebutuhan pangan manusia tidak hanya terletak pada pemenuhan kebutuhan yang berasal dari produksi tanaman.Kebutuhan ini perlu dipenuhi oleh manusia untuk bias melangsungkan hidupnya.
            Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia. Hampir semua kebutuhan hidup manusia didapatkan dari bahan-bahan yang berasal dari tanaman yang tumbuh diatasnya,oleh karena itu ,perlu dilaksanakan system pertanian berkelanjutan (Suistainable agriculture).Pelaksanaan pertanian berkelanjutan merupakan salah satu usaha peningkatan pembangunan pertanian khususnya sector pertanian tanaman pangan dan hotikiultura yang mempunyai peran sangat penting terhadap keberhasilan pembangunan nasional
Batuan dan mineral dapat berperan cukup potensial di bidang pertanian, karena di dalam beberapa mineral dan batuan terkandung nutrisi-nutrisi penting yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan menambah produktivitas lahan maupun hasil pertanian, yang disebut sebagai agromineral. Tanaman memerlukan nutrien untuk tumbuh diantaranya nitrogen, fosfat, potassium, kalsium, magnesium, sulfur dan mikroelemen lain, yang tidak dipunyai oleh tanah yang kurang subur. Selain nitrogen, sumber daya mineral menyediakan nutrien penting untuk tanaman, yang disebut sebagai sumber daya agrogeologi dan agromineral. Secara alamiah, proses-proses pelapukan biologi, kimia dan fisika dapat menguraikan batuan menjadi nutrien penting bagi tumbuhan/tanaman.
Secara geologi, Indonesia tersusun oleh sistem busur volkanik, dari Aceh menyusuri sepanjang ruas Pulau Sumatra, selatan Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, berbelok ke Kepulauan Banda, Sulawesi bagian Barat sampai lengan Sulawesi bagian utara, menghasilkan produk vulkanik yang dapat berpotensi sebagai sumber daya agromineral.Baik agrogeologi maupun agromineral di Indonesia belum banyak dipelajari di Indonesia, akan tetapi dari penyelidikan, inventarisasi dan evaluasi bahan galian yang dilakukan oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral sejak beberapa periode yang lalu, beberapa agromineral yang terdapat di Indonesia cukup beragam, antara lain fosfat guano di gua-gua gamping sebagai sumber daya fosfor (P), batuan volkanik yang mengandung Kalium sebagai sumber kalium (K), sulfur, batugamping, dolomit, batuan ultrabasa, batuapung, dan sebagainya.


B.     Perumusan Masalah
Semakin meningkatnya permasalahan yang dihadapkan oleh bidang pertanian yang ada diseluruh Indonesia,terutama dalam permasalahan peningkatan mutu hasil pertanian,karena tingkatan mutu hasil pertanian tidak terlepas dari pengolahan lahan pertanian yang baik,metode-metode tepat guna sangat menentukan mutu dari lahan pertanian,seperti dalam pemilihan pupuk untuk digunakan dalam meningkatkan mutu lahan pertanian,selama ini hanya pupuk anorganik dan kimiawi yang selalu petani Indonesia gunakan,dengan hasil yang sebenarnya tidak terlalu signifikan,oleh karena itu melihat potensi geologi yang dimiliki oleh Indonesia sangat melimpah seperti agrogeologi maupun agromineralnya yang belum optiamal dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian Indonesia,maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai peningkatan mutu lahan pertanian dengan potensi-potensi agromineral yang ada di Indonesia.

C.     Tujuan Penelitian
1.      Meneliti karakteristik tanah daerah Purbalingga khususnya pada daerah Karang Reja, Purbalingga dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.
2.      Dapat memanfaatkan potensi agromineral yang ada di Daerah Banyumas,Jawa Tengah dan sekitarnya untuk meningkatkan mutu pertanian di Purbalingga khususnya pada dearah Karang Reja, Purbalingga.

D.    Luaran yang Diharapkan
1.      Mengetahui unsur-unsur yang harus dilengkapi pada tanah Purbalingga dan sekitarnya dengan pemanfaatan potensi agromineral.
2.      Meningkatkan mutu lahan pertanian dan hasil pertanian khususnya di daerah Purbalingga dan sekitarnya.

E.     Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.      Memberikan informasi tentang peranan agromineral dalam peningkatan kesuburan tanah andisol
2.      Memberikan sumbangan pemikiran kepada petani tentang pemanfaatan sumberdaya local khusunya sumberdaya agromineral,sehingga dapat menghemat produksi.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Tanah andisol

Tanah andisol adalah tanah yang terbentuk melalui alterasi lemah dan bervegetasi hutan tropis.Andisol di Indonesia menyebar di daerah beriklim basah dan kering sehingga sifatnya sangat beragam,tetapi umumnya terdapat pada landform volkanik pada ketinggian lebih dari 600 m.Andisol tersebar pada wilayah datar,bergelombang,berbukit,sampai bergunung (Sarief,1985)
Tanah andisol di Indonesia terletak pada daerah yang mempunyai ketinggian 0(pantai)hingga 3500m (puncak gunung) di atas permukaan laut,dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung serta di bawah kondisi iklim tropika basah dan pada landscape volkanik muda.Bahan induk andisol adalah berupa abu volkanik yang dapat tersusun atas andesitic –desitik,andesit ,basaltic – andesitic (Munir,1996).
Tipikal andisol di Jawa adalah bahwa andisol di Jawa terjadi didaerah lereng pada ketinggian 700 sampai 1300 atau 1500 meter di atas permukaan laut,dengan kondisi iklim agak dingin dan lebih basah daripada didataran rendah.Pada tempat yang tinggi,keadaan iklim tidak/kurang cocok untuk terjadinya kristalisasi mineral,oleh karena itu pada andisol banyak dijumpai alofan dari bahan-bahan amorf.Curah hujan tahunan bervariasi dari 2000 – 7000 mm,temperature tahunan bervariasi dari 18' - 22' C.
Masalah yang paling menonjol pada andisol adalah kemampuan menyerap air dan menyimpan air yang tak pulih kembali seperti semula apabila mengalami kekeringan ( irreversible drying ).Hal ini disebabkan koloid amorf seperti abu volkanik dan bahan organic yang mempunyai daya serap tinggi ( equivalen 80 – 90% dari bobotnya ) kalau mengalami kekeringan sampai 15 atm atau lebih maka film air yang terikat pada permukaan partikel akan terjadi kontak ( mendekat ) ikatan kimia antar partikel makin mendekat,sehingga tanah mengkerut dan bersifat irreversible,akibatnya jika sudah mengalami kekeringan susah untuk dibasahi kembali,karena kehalusan porinya serta adanya resin,lemak dan minyak dari bahan organic yang bersifat hydrophobic.
Nursyamsi dan Fajri,(2005) mengatakan bahwa upaya pengembangan pertanian pada tanah andisol yang memiliki serapan P yang tinggi antara lain (1) mengembangkan tanaman yang toleran terhadap ketersediaan P rendah.(2) memperbaiki kendala P tanah terutama melalui pengolahan pupuk P merupakan factor yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas andisol.
Andisol bersifat irreversible drying sehingga andisol harus selalu dalam keadaan lembab.Untuk itu usaha konservasi tanah dan air senantiasa perlu diperhatikan,salah satunya dengan penggunaan batuan fosfat alam dan sumberdaya agromineral sebagai penyedia unsure fosfat dan unsure lain yang dibutuhkan oleh tanah untuk tanaman.

B. Batuan Fosfat Alam
            Batuan fosfat alam (rock phosphate) merupakan salah satu alternative yang cukup potensial untuk meningkatkan produktivitas tanah di Indonesia.Menurut Van Straaten (2002),pupuk fosfat alam yang biasa digunakan berasal dari batuan fosfat alam dengan kandungan utama mineral apatit (Ca10(PO4)6F2).Selain itu menurut Hardjono (1993),batuan fosfat alam yang reaktif dapat langsung digunakan pada tanah masam.
            Endapan fosfat di Indonesia terdapat dibeberapa gua di Indonesia dalam berbagai bentuk dari butiran,bongkahan sampai bongkahan besar.Endapan fosfat guano dengan komposisi kalsium fosfat terdapat sebagai endapan permukaan,endapan gua dan endapan bawah permukaan.Secara garis besar proses pembentukan ketiga jenis fosfat guano ini adalah sama yaitu merupakan hasil reaksi antara batu gamping dengan kotoran burung dan kelelawar yang mengandung asam fosfat karena pengaruh air hujan atau air tanah.
            Endapan fosfat permukaan umumnya terdapat  dilapisan teratas batu gamping klastik,endapan fosfat bawah permukaan terdapat dalam rongga pada tubuh batu gamping terumbu sedangkan endapan fosfat gua terdapat didasar gua batu gamping dan berasal dari kotoran kelelawar dan burung.Batuan fosfat merupakan batuan yang mengandung apatit. Dikenal 4 jenis apatit yang sering didapatkan dalam fosfat yaitu :
a.       Apatit                          : Ca5(PO4)3(FCe)
b.      Hydroxyapatit             : Ca5(PO4)3OH
c.       Oxyapatit                    : Ca10(PO4)3(CO3)
d.      Carbonate apatit          : Ca10(PO4)6(CO3)(H2O)
Endapan fosfat di alam berwarna abu-abu,kebiruan,hitam,jingga hingga putih kotor.Penggolongan fosfat didasarkan atas kadar P2O5.Fosfat yang terdapat di Jawa rata-rata berkadar P2O5 30-40%.
            Menurut Hardjowigeno (1989),unsure P dalam tanah berasal dari bahan organic (misal : pupuk kandang dan sisa-sisa tanaman),pupuk buatan (misal :TSP) dan mineral-mineral didalam tanah (misal:apatit).Hakim dkk.(1986) menyebutkan bahwa sumber utama P tanah berasal dari kerak bumi yang diduga mengandung sekitar 0,12% P.Salah satu sumber P alam tersebut adalah batuan beku dan batuan sedimen yang bahan mineralnya mengandung apatit (Ca10(PO4C02)6(F,Cl,OH)2).Kadar P2O5 dalam mineral apatit ini berkisar antara 15-30% tetapi sangat sukar larut dalam air,sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Hakim dkk,1986)
           
            Keefektifan penggunaan BFA untuk pupuk dipengaruhi oleh Ph tanah,kadar P dan kepekaan tanaman terhadap kemasaman tanah.Makin rendah Ph tanah dan makin peka tanaman terhadap kemasaman tanah,makin efektif fungsi fosfat alam sebagai pupuk alam (Harjono,1993).BFA mempunyai daya larut yang rendah sehingga unsure-unsur seperti P dan Ca dari BFA akan dilepaskan secara perlahan-lahan.Kelarutan fosfat dipengaruhi oleh batuan fosfat dan kemampuan tanaman menggunakan P dari fosfat alam.Faktor-faktor yang mengendalikan kelarutan fosfat antara lain Ph tanah dan kehalusan butir BFA.Makin rendah Ph tanah dan makin halus ukuran BFA,kelarutan BFA semakin tinggai (Maryanto,dkk.,2000).


C. Agromineral
Agromineral adalah mineral-mineral yang bermanfaat bagi perkembangbiakan tumbuhan (Van Straaten, 1999). Enambelas unsur kimia telah diketahui sebagai unsur penting untuk pertumbuhan dan pertahanan tanaman (Anonim, 2004c). Keenambelas unsur tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu bukan-mineral dan mineral. Nutrisi bukan-mineral meliputi hidrogen (H), oksigen (O), dan karbon (C).
Nutrisi ini dapat ditemukan baik di udara maupun di dalam air. Dalam poses fotosintesis, tanaman menggunakan energi matahari untuk merubah karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi .starches. dan gula. Keduanya merupakan makanan tanaman.Nutrisi mineral terdiri atas 13 mineral, yang berasal dari tanah dalam bentuk larutan. Biasanya ketersediaan nutrisi ini pada tanah tidak selalu lengkap. Petani biasanya menambahkannya dengan memberikan pupuk buatan. Berdasarkan tingkat kebutuhan tanaman, nutrisi ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu nutrisi makro (macronutrients) dan nutrisi mikro (micronutrients).
1.      Nutrisi makro
Tulisan ini akan menjelaskan mengenai bermacam-macam mineral yang penting dalam tanah atau memperkaya unsur hara tanah. Mineral-mineral ini dikelompokkan menjadi nutrisi makro bagi tanaman, seperti Nitrogen, Fosfor, Potasium, Karbon, kalsium, Magnesium, dan Belerang.Nutrisi makro dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nutrisi primer dan nutrisi sekunder (Anonim, 2004c).
Nutrisi primer meliputi: Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Potasium (K). Nutrisi ini biasanya paling cepat habis di dalam tanah, karena tanaman menggunakannya dalam jumlah besar untuk perkembangan dan pertahanannya.Nutrisi sekunder meliputi: Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Belerang (S). Biasanya nutrisi ini cukup banyak di dalam tanah, namun di beberapa tempat diperlukan tambahan kalsium dan magnesium, misalnya pada tanah yang asam. Kalsium dan magnesium diperlukan untuk meningkatkan keasaman tanah. Pada tulisan ini akan dibahas semua unsur yang termasuk di dalam nutrisi makro, ditambah Karbon (C).
2.      Nutrisi mikro
Nutrisi mikro merupakan unsur-unsur penting untuk perkembangan tanaman yang dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil (mikro). Unsur-unsur ini kadang-kadang disebut sebagai unsur-unsur minor atau jejak (trace elements), namun penamaan nutrisi mikro (micronutrients) sangat disarankan oleh ASA (American Society of Agronomy) dan SSSA (Soil Science Society of America).Unsur-unsur yang termasuk ke dalam nutrisi mikro ini meliputi: Boron (B), Tembaga (Cu), Besi (Fe), Klor (Cl), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo), dan Seng (Zn). Daur ulang material organik, seperti rumput dan daun-daunan merupakan cara yang paling baik untuk mempertahankan jumlah nutrisi mikro (dan juga nutrisi makro) untuk pertumbuhan tanaman.
Nutrisi tanaman yang paling esensial adalah nitrogen (N), fosfor (P) dan potassium (kalium/K). Kecuali untuk beberapa pupuk khusus nitrogen, hampir semua pupuk buatan berasal dari batuan yang diproses secara kimiawi, yaitu batuan yang telah dimodifikasi secara kimia, ditambah dengan beberapa nutrisi mikro yang sering dibutuhkan oleh tanaman, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), sulfur (S), tembaga (Cu), kobalt (Co), besi (Fe), dan sebagainya. Sebaliknya, agromineral pada umumnya hanya dimodifikasi secara fisik, misalnya dengan penumbukan dan pemecahan. Walaupun kadang perlu modifikasi untuk beberapa batuan dan mineral ‘hybridÂ’ (turunan) yang mempergunakan sejumlah zat kimia tertentu digabungkan dengan agromineral, akan tetapi hanya merupakan teknik sederhana dan bertujuan agar pemakaian dapat lebih optimal. Oleh karena itu agromineral diharapkan menjadi satu alternatif pengganti pupuk yang lebih murah dan lebih mudah diperoleh untuk menambah nutrisi tanaman serta memperbaiki struktur tanah, dengan cara memanfaatkan sumber daya geologi yang terdapat di sekitar lahan pertanian tersebut. Istilah ‘agromineralÂ’ yang digunakan disini mempunyai arti cukup luas, meliputi mineral dan batuan  yang secara alamiah mengandung nutrisi, seperti batuan fosfat, garam-garam nitrogen and potassium, dan lain-lain, juga termasuk batuan yang berfungsi meningkatkan kemampuan tanah seperti kapur pertanian dan dolomit, serta beberapa jenis batuan silikat, karena selain memasok nutrisi yang diperlukan juga mengurangi keasaman, menjaga kelembaban dan melepaskan nutrisi secara perlahan.
D. Gambaran Umum Masyarakat Sasaran
            Mengacu pada kondisi masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan dalam hal kesuburan tanah bagi para warga pengguna lahan,dimana hampir semua warga pengguna lahan mulai memikirkan cara untuk meminimalisir dampak penggunaan pupuk kimiawi yang baik secara langsung maupun tak langsung berakibat pada tingkat kesuburan tanah yang berkaitan dengan dosis pupuk kimiawi yang digunakan. Banyak kerugian yang didapat oleh pengguna lahan karena secara intensif menggunakan pupuk kimiawi ,namun kurang berlandaskan pemahaman atas kebutuhan unsur hara tanah. Secara umum metode-metode tepat guna sangat menentukan mutu dari lahan pertanian,seperti dalam pemilihan pupuk untuk digunakan dalam meningkatkan mutu lahan pertanian,selama ini hanya pupuk anorganik dan kimiawi yang selalu petani Indonesia gunakan,dengan hasil yang sebenarnya tidak terlalu signifikan,oleh karena itu melihat potensi geologi yang dimiliki oleh Indonesia sangat melimpah seperti agrogeologi maupun agromineralnya yang belum optiamal dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian Indonesia. Dalam hal ini adapun jenis pupuk agromineral yang kami buat adalah …






METODE PENELITIAN

A.    Model Penelitian
Model atau bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Andisol yang diambil dari Desa Serang,Kecamatan Karangreja,Kabupaten Purbalingga,provinsi Jawa Tengah. Letak geografis ketinggian 750 m – 1400 dpl, morfologi wilayah (bentang alam) memanjang 11 km dan luas wilahnya 2.875.222 ha (1.566.470 ha tanah kehutanan).
Bahan batuan atau endapan fosfat yang digunakan dalam penelitian berasal dari daerah Desa Kracak,Ajibarang,Kabupaten Banyumas. Secara geografis terletak pada

B.     Rancangan Penelitian
1.      Rancangan Perlakuan
a.       Batuan fosfat alam,terdiri dari 3 taraf :
Bo       : Tanpa pemberian bahan fosfat alam
B1       : Pemupukan 50kg P2O5/ha setara 312,5 kg bahan fosfat alam        atau 1,25 gram per polybag
B2       : Pemupukan 100kg P2O5/ha setara 625 kg bahan fosfat alam atau 2,5 gram per polybag
B3       : Pemupukan 150kg P2O5/ha setara 937,5 bahan fosfat alam atau 3,75 gram per polybag
B4       : Pemupukan 200kg P2O5/ha setara 1250 kg bahan fosfat alam atau 5 gram per polybag

2.      Rancangan Lingkungan
Rancangan lingkungan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan sehingga terdapat 30 satuan pecobaan. Denah rancangan dibagi menjadi 3 blok berdasarkan ulangan, blok 1 = ulangan, blok II = ulangan 2, blok III = ulangan 3. Denah rancangan dapat dilihat pada lampiran 1. Masing-masing blok ulangan terdiri dari 10 satuan percobaan. Penempatan perlakuan pada tiap kelompok dilakkan secara acak. Pengacakan perlakuan dilakukan untuk masing-masing blok dilakukan secara terpisah, sesuai prosedur pengacakan RAK untuk percobaan factorial.

3.      Rancangan analisis
Variable matematika dalam penelitin menggunakan model percobaan :

Yijk      =  µ + Ai + Bj + (AB)ij + eijk
Yijk      =  Hasil tanaman caisin pada berbagai tingkat takaran dan dosis pupuk
µ          = Nilai rata-rata
Ai        =  Pengaruh taraf ke-i dari factor Agromineral
Bj           =  Pengaruh taraf ke-j dari factor BFA
(AB)ij   =  Pengaruh interaksi taraf ke-I dari pupuk agromineral dan taraf ke-j    dari factor BFA
eijk          =  Pengaruh galat (error) percobaan taraf ke-I dari  pupuk Agromineral, taraf ke-j dari faktor BFA dan taraf ke-k dari ulangan k

4.      Variabel yang diamati
1.      Variabel yang diamati meliputi :
a.       pH-H20 dengan metode gelas elaktroda, perbandingan tanah : pelarut = 1 : 2,5.
b.      Al-dd (Aluminium dapat ditukar) diukur dengan menggunakan ekstraksi 0,1 N KCL.
2.      Variabel tanaman
a.       Serapan P oleh akar dan daun tanaman, diukur setelah panen dengan destruksi H2SO4 pekat dan H2O2.
b.      Serapan P oleh batang dan daun tanaman, diukur setelah panen denan destruksi H2SO4 pekat dan H2O2
c.       Tinggi tanaman
d.      Jumlah daun
e.       Bobot segar tanaman setelah panen.
f.       Bobot kering tanaman (g/ tanaman) dilakukan setelah panen dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 700C (hingga konstan) kemudian ditimbang.



BAB IV
PELAKSAAN PENELITIAN

a.      Jadwal Kegiatan

No
Jenis Kegiatan
Bulan
Minggu ke-
Bulan
Minggu ke-
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Survey lapangan daerah penelitian








2
Penelitian Lapangan daerah penelitian ( pengambilan data tanah )








3
Analisis Laboratorium








4
Penelitian Lapangan daerah kracak, Ajibarang
( pengambilan komposisi yang dibutuhkan)








5
Analisis Laboratorium








6
Penyusunan data dan Pembuatan Laporan  sementara








7
Uji coba








6
Pembuatan Laporan Akhir












b.      Rancangan Biaya
*      PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

a.       Bahan Habis Pakai
Kertas HVS Sinar dunia 80 gsm 1 rim @Rp. 35.000,-
Rp.
35.000,-
Tinta Komputer Data  Print 2 bh @ Rp 25.000,-
Rp.
50.000,-

Rp.
85.000,-

b.      Peralatan
Peta geologi regional lembar kab. Banyumas
sekala 1 : 100.000
Rp.
150.000,-
Peta topografi lembar kab. Banyumas
Skala 1 : 50.000
Rp.
150.000,-
Sewa Palu geologi
Rp.
200.000,-
Sewa Kompas Geologi
Rp.
100.000,-
Sewa GPS
Rp.
150.000,-
Sewa Laboratorium
Rp.
50.000,-
Tali Ukur
Rp.
25.000,-
Loup pembesaran 20 kali
Rp.
315.000,-
Cairan HCl 500 ml
Rp.
150.000,-
Kantong Plastik / Trash bag
Plastik sampel (20 cm x 15 cm) 3 pack @ Rp. 30.000,-                                                       
Rp.
Rp.
10.000,-
150.000,-
Alat Tulis dan Buku Penunjang
Rp.
50.000,-

Rp.
1.500.000,-

c.       Kegiatan Penelitian Lapangan
Transportasi
1.Purbalingga – desa Serang  (5 x PP)  3 buah sepeda motor @ Rp. 5.000,-
2. Purwokerto – desa Kracak  (2 x PP) 3 buah sepeda motor @ Rp. 20.000,-
Rp.
Rp.

Rp.
200.000,-
75.000,-

120.000,-
Persiapan Administrasi (Perizinan)
Rp.
100.000,-
penginapan 2 hari  @ Rp.100.000,-
Rp.
200.000,-

Rp.
695.000,-



d.      Analisis Laboratorium
Analisis Petrografi 10 sayatan @ Rp. 30.000,-
Rp.
300.000,-
Analisis unsur tanah andisol @ 20.000,-
Rp.
200.000,-

Rp.
500.000,-



e.       Konsumsi
Peneliti 5 orang ( @ 10 hari ) 3x @ Rp. 3000,-
Rp.
500.000,-
Pembimbing
Rp.
150.000,-

Rp.
650.000,-

f.       Lain-Lain
Seminar Proposal                                                                  Rp.        800.000,-
Pembuatan dokumentasi (VCD dan Foto)                           Rp.        500.000,-
      FotoCopy                                                                              Rp.        200.000,-
Biaya tidak terduga                                                              Rp.        200.000,-
                                                                                                    Rp.     1.700.000,-

      Jumlah total                                                                         Rp.     5.130.000,-
                                                 (Lima Juta Seratus Tiga Puluh Ribu Rupiah)




DAFTAR PUSTAKA

SKRIPSI.2009.”Pengaruh Vermikompos dan Batuan Fosfat Alam Terhadap Serapan serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman CAISIN ( Brassica chinensis L) Pada Tanah Andisol”.Universitas Jenderal Sudirman fakultas Pertanian.Purwokerto.
Dewi, W.S.(1996). Pengaruh macam bahan organik dan lama prainkubasinya terhadap status P Tanah Andisol.MS. thesis, UGM,.Yogyakarta.
Gaerdner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Physiology of crop plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa oleh susilo, H.). Universitas Indonesia Press. Jakarta.428 p.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, B.H. Go, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar ilmu tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Indranada, H.K. 1985. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara, Jakarta.
Nyakpa, M.N., A. M. Lubis, M. A. Pulung, A. G. Amrah, A. Munawar, B. H. Go, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan tanah. Universitas Lampung, Lampung. 258 hal.
Rosmarkam dan N. W. Yumono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta. 224 hal.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Tan, K. H.1991. Dasar-dasar kimia tanah. Terjemahan oleh D. H. Goenadi. 1991. Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.







LEMBAR PENGESAHAN
1 Judul Kegiatan   :  Pemanfaatan Batuan Fosfat dan Sumber Daya Agromineral daerah Banyumas dan Sekitarnya terhadap  Peningkatan Mutu Lahan  Pertanian daerah Serang, Karang Reja,  Kabupaten Purbalingga
2 Bidang Kegiatan                         :           (.) PKM-P                  ( ) PKM-K
 ( ) PKM-T                  ( ) PKM-M
3 Bidang Ilmu                                :           ( ) Kesehatan              (.) Pertanian
 ( ) MIPA                    ( ) Teknologi dan Rekayasa
 ( ) Sosial Ekonomi      ( ) Humaniora
 ( ) Pendidikan
4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap                                :  
b. NIM                                                            :  
c. Jurusan                                            :  
d. Universitas/Institut/Politeknik        :  
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP      :  
f. Alamat email                                   :
5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis   : 4 (empat) orang
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar               :
b. NIP                                                 :
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP      :
6. Biaya Kegiatan Total                :
a. Dikti                                                 : Rp
b. Sumber lain (sebutkan . . . )             : Rp
7. Jangka Waktu Pelaksanaan        : bulan


















                                                                        __________, ______________

Menyetujui
Ketua Jurusan/Program Studi/Departemen/                           Ketua Pelaksana Kegiatan
Pembimbing Unit Kegiatan mahasiswa




(__________________________)                                    (_________________________)
NIP.                                                                                 NIM.



Pembantu atau Wakil Rektor Bidang                                         Dosen Pendamping
Kemahasiswaan/Direktur Politeknik/
Ketua Sekolah Tinggi,




(__________________________)                                    (_________________________)
NIP.                                                                                  NIP.